MULTIDIMENSI AQIQAHBanyak nilai yang diajarkan dalam aqiqah, mulai keTuhanan, sosial-kemasyarakatan hingga pendidikan. Indahnya, semua itu diramu agama dengan mengakomodasi kebutuhan manusia untuk mengekspresikan rasa bahagia akan hadirnya buah hati melalui sebuah “pesta”.
Namun, berbeda dengan pesta-pesta yang
hanya mengekspresikan kebanggaan dan kesenangan, aqiqah menjadikan
pesta sebagai ekspresi syukur kepada Allah dan sekaligus pengingat bahwa
ada kewajiban yang tumbuh sebagai konsekuensi dari hadirnya nikmat
Allah yang agung : seorang anak ! Jika pesta biasa mungkin berujung
sekedar pada having fun, maka aqiqah berujung pada komitmen kesiapan dan
kelayakan orang tua menjadi pengemban amanah titipan Allah.Melalui
“walimatul aqiqah” (baca: pesta aqiqah), komitmen kepada anak itu
dipersaksikan kepada Allah dan khalayak. Oleh karena itu, setiap orang
tua yang mengaqiqahkan anaknya seyogyanya dapat menghayati nilai-nilai
yang terkandung dalam aqiqah itu sendiri.
Nilai Ketuhanan
Aqiqah merupakan wujud syukur kepada
Allah atas nikmat hadirnya anak. Semaksimal apapun usaha manusia
mendapatkannya, jika Allah tak berkehendak, anugerah itu tak bisa
datang. Allahlah yang menetapkan siapa akan memiliki anak berapa, apa
jenis kelaminnya dan siapa yang tidak dianugerahi.
“…. Dia memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki……dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki…. “. (QS as-Syuuraa, 42:49-50).
Selain itu, aqiqah juga mengingatkan
kepada orang tua bahwa anak yang “dimilikinya” itu hakikatnya adalah
titipan Allah. Orang tua hanya memiliki “hak guna titipan”, yang suatu
saat akan diminta kembali oleh Sang Penitip. Karena itulah, orang tua
tidak boleh menganggap anaknya sebagai property dan obyek yang bebas
diperlakukan semena-mena. Bahkan untuk memiliki “sertifikat” hak guna
titipan pun, orang tua perlu “menebusnya” melalui aqiqah, meskipun
secara de facto anak itu sudah berada di pangkuannya. Inilah
yang bisa kita fahami dari hadis riwayat an-Nasa’I, Abu Dawud dan Ahmad
yang menyatakan bahwa setiap anak tergadai oleh aqiqahnya, yang
disembelih pada hari ketujuh. Pad hari itu juga ia dicukur dan diberi
nama.
Nilai Sosial-Kemanusiaan
Aqiqah adalah salah satu momentum yang
bisa merajut tali silaturrahim dengan sesama. Acara walimatul aqiqah
membuat sanak kerabat, sahabat, tetangga dan kolega b
erkumpul
untk mendoakan sang bayi. Aqiqah juga menjadi perlambang bahwa sebagai
manusia, anak dan orang tua adalah bagian dari masyarakat yang terikat
dengan norma dan tata nilai kemasyarakatan. Tak heran, nuansa budaya
sangat mewarnai pelaksanaan aqiqah di setiap tempat. Ada yang cukup
dengan mengantarkan hidangan yang sudah jadi ke tetangga, saudara dan
kolega, namun ada juga yang mempersembahkan hidangan dalam sebuah
kumpulan yang didahului pengajian dan doa bersama. Di wilayah tertentu,
aqiqah juga dibarengi upacara adat yang melibatkan tetua masyarakat.

Syukur nikmat dengan berbagi kepada
sesama merupakan nilai lain yang terdapat dalam aqiqah. Dinikmatinya
kambing aqiqah oleh orang banyak adalah perlambang kesediaan berbagi
kebahagiaan dan rasa syukur dengan sesama manusia. Walimatul aqiqah
juga menjadi sarana ibadah sosial yang berlandaskan sikap saling
menghormati. Hadirnya para tetamu menjadi sarana bagi tuan rumah untuk
beribadah sosial, yakni menghormati tamu. Begitu pula undangan walimah
menjadi sarana kepada tetamu untuk beribadah sosial, yakni memenuhi
undangan sebagai bentuk penghormatan kepada pengundang. Bisa jadi untuk
memenuhi undangan itu, seseorang mengorbankan waktu, uang dan tenaga,
dan mungkin acara pribadinya atau acara lain yang tidak kalah penting.
Walimatul Aqiqah dan Muslimah
Walimatul aqiqah yang sarat makna dan
nilai di atas dalam kenyataannya di Indonesia sangat melibatkan
muslimah. Mulai mengatur menu dan mendistribusikan hidangan,
menyelenggarakan acara, menjadi tetamu dan pengisi acara, hingga
bersih-bersih agar rumah kembali rapi. Ini berarti bahwa ada porsi besar
bagi muslimah untuk beribadah sosial melalui walimatul aqiqah ini.
Harapan kita , aqiqah dan walimatul aqiqah tak hanya berhenti di
“seremoni tasyakkuran”, melainkan lebih dari itu nilai multidimensi yang
terkandung dalam aqiqah dan walimatul aqiqah tersebut tertangkap dan
kemudian bertransformasi menjadi spirit kehidupan bagi yang
menyelenggarakan acara, yang diundang, maupun khususnya bagi anak yang
diaqiqahi. Allahumma Amin.
sumber: http://www.noor-magazine.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar